JAKARTA, SUARADEWAN.com – Pancasila adalah alat pemersatu, bukan alat yang dijadikan untuk memberi stigma terhadap segala bentuk perbedaan. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk “Kepemimpinan Nasional dalam Perspektif Pancasila” di Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Di hadapan kurang lebih 800 mahasiswa, Zulkifli menegaskan bahwa hal-ihwal Pancasila saat ini harus menubuh. Artinya, Pancasila harus menjadi perilaku individu dalam berkehidupan, baik masyarakat maupun pemangku jabatan.
“Sehingga semuanya sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Senasib dan sepenanggungan. Kekayaan alam dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata Zulkifli dalam seminar yang digelar pada Jumat (9/6/2017).
Turut hadir dalam seminar tersebut, yakni Wakil Presiden Indonesia ke-6, Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno, Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Dr. Yudi Latif, dan Prof. Dr. Saafroedin (peneliti Litbang Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat).
Meskipun ia tak menjelaskan secara detail langkah-langkah yang perlu kita lakukan, tetapi dalam paparannya, Zulkifli fokus pada substansi (teori dan praktik). Belajar dari pengalaman yang sudah lalu, ia berharap Pancasila tidak dijadikan sebagai stigma membeda-bedakan satu dengan yang lain, karena menurutnya ini rentan pada perpecahan.
“Oleh karena itu, saya minta janganlah Pancasila dijadikan stigma membeda-bedakan. Itu akan menimbulkan perpecahan. Pancasila seharusnya menjadi pemersatu,” tegasnya.
Terkait pembentukan UKP-PIP, Zulkifli turut memberi harap pada Yudi dan tim agar fokus pada implementasi Pancasila, baik di kalangan penyelenggara negara, menteri, gubernur, bupati serta TNI dan Polri.
“Kalau penyelenggara negaranya bagus, tentu rakyat akan mengikuti. Namun, kalau kita ceramah Pancasila, tapi praktiknya tidak sesuai, lama-lama rakyat juga akan bertanya-tanya,” imbuhnya. (ms/te/de)
Komentar